Senin, 29 Juni 2009

Review Tropicana Residence

Suatu kompleks perumahan baru bertajuk Tropicana Residence di Batam Centre menangkap perhatian saya karena keunikannya.

Perumahan ini disusun dengan konfigurasi cluster dengan taman dan pedesterian di tengah-tengahnya (foto 1). Kendaraan bermotor tidak memiliki akses ke dalam cluster dan harus diparkir di luar. Antara rumah satu dengan yang lain tidak dipisahkan pagar sehingga perbedaan antar kavling tidak begitu terasa. Suasana di dalam cluster sangat tenang, hijau dan eksklusif.
Namun di sisi lain, konfigurasi semacam ini juga belum tentu mudah diterima masyarakat. Dilema yang muncul adalah karena mobil tidak bisa diparkir di depan garasi pribadi sebagaimana perumahan pada umumnya. Jikalau hari hujan, hal ini bisa menjadi problem tersendiri. Dilema yang lain adalah batas properti yang tidak begitu nyata sehingga dapat menimbulkan rasa kurang nyaman bagi penghuni, karena merasa orang dapat dengan mudahnya lewat di area miliknya.

foto 1












Secara umum bangunan di perumahan ini bergaya modern minimalis dengan bukaan kaca yang sangat banyak. Secara visual sangat stylish (foto2). Namun kembali desain bentukan seperti ini memunculkan dilema. Pemakaian kaca yang sangat eksesif akan membuat cahaya matahari leluasa memanaskan ruangan. Apalagi untuk rumah yang menghadap timur dan barat. Dilema yang lain adalah bagaimana desain teralis yang sesuai untuk rumah semacam ini ? Mengingat pemakaian teralis sudah menjadi prasyarat keamanan dari sebuah rumah. Kemudian muncul juga masalah desain tabir/korden yang sesuai

Kesimpulannya : secara desain baik, tapi tidak untuk penghuni konservatif.

Suatu catatan lain : masih belum ada akses jalan beraspal ke perumahan ini. Saya rasa ini menjadi minus poin yang cukup besar.

foto 2

Minggu, 28 Juni 2009

JANGAN MEMBATASI DIRI HANYA KARENA MERASA TIDAK MAMPU
Di Bangalore, India, gajah besar hanya diikat di tiang pancang kecil yang sebenarnya dengan mudah dicabutnya. Aneh, mengapa gajah besar itu tak berupaya berontak. Jawabannya karena ketika masih kecil gajah itu berulang kali mencoba, tetapi gagal mematahkan tiang kecil itu. Kegagalan itu mewarnai pikirannya, bahkan sampai besar gajah itu tak pernah berusaha lagi untuk melepaskan diri.Sama seperti gajah kecil itu, acap kali perasaan ketertinggalan dan keterbelakangan memberi kesimpulan dalam otak kita.


JANGAN MEMBATASI DIRI HANYA KARENA MELIHAT SISI NEGATIF SUATU PERSOALAN
Bayangkan kita berada dalam kamar gelap dengan hanya secercah cahaya lilin kecil di tengah ruangan. Cahaya lilin itu barangkali tak sampai menyinari sepertiga ruangan, tetapi orang tak akan mencari sesuatu di tempat gelap. Orang akan melihat lewat sedikit sinar yang masuk ke mata. Inilah hukum 80 persen melihat persoalan dan 20 persen melihat kemungkinan jalan keluar. Melihat 80 persen persoalan artinya kita langsung menempatkan diri di bawah langit mendung berawan tebal, lalu menempatkan seluruh metabolisme tubuh, pikiran, dan perasaan ke tempat gelap. Sementara walaupun hanya dengan berkonsentrasi pada 20 persen jalan keluar, membawa kita menatap matahari, merasakan embusan udara, dan memberi harapan. Ada sinar juga di sela-sela persoalan dan keputusasaan.
Singkatnya, melihat sukses pasti lebih baik daripada melihat gagal. Berpikir benar pasti akan menghasilkan sesuatu yang benar.
dari Kompas, 27 Juni 2009Agung Adiprasetyo CEO Kompas Gramedia

Minggu, 21 Juni 2009

Taman Nagoya Indah [2]


Taman Nagoya Indah, Pulau Batam 2009, dalam proses pembangunan

About Morphosis





Morphosis is definitely one of my favourite designer firm. Its works reflects an architecture that is suitable for recent development in modern society.




Thom Mayne, with Michael Rotondi, founded Morphosis in 1972 to develop an architecture that would eschew the normal bounds of traditional forms. Beginning as an informal collaboration of designers that survived on non-architectural projects, its first official commission was a school in Pasadena, attended by Mayne's son. Publicity from this project led to a number of residential commissions, including the Lawrence Residence.
Since then, Morphosis has grown into prominent design practice, with completed projects worldwide. Under the Design Excellence program of the United States government's General Service Administration, Thom Mayne has become a primary architect for federal projects. Recent commissions include: graduate housing at the
University of Toronto; the San Francisco Federal Building; the University of Cincinnati Student Recreation Center; the Science Center School in Los Angeles, Diamond Ranch High School in Pomona, California; and the Wayne L. Morse United States Courthouse in Eugene, Oregon.



Morphosis's Design Philosphy

Morphosis’s design philosophy arises from an interest in producing work with a meaning that can be understood by absorbing the culture for which it was made. This is in opposition to typical architectural philosophies which overlay meaning from outside influences and are distant from the question at hand.The word “metamorphosis” (from which the name Morphosis is derived) means a “change in form or transformation.” For Morphosis this reflects a design process intuitively embedded within an increasingly groundless modern society that is exemplified by the shifting landscape of Los Angeles (the firm’s home). Their working method values contradiction, conflict, and change, and understands each project as a dynamic entity. Thom Mayne's use of unconventional forms and materials and the ability to deliver innovative work on a tight budget has made him the government's favorite architect. Thom Mayne is know for the use of glass, concrete and steel in construction and space saving and energy efficiency in his designs.The work of Morphosis has a layered quality. The designs often include multiple organizational systems which find unique expression while contributing to a coherent whole. Visually, the firm’s architecture includes sculptural forms which often appear to arise effortlessly from the landscape. In recent years this has been increasingly made possible through the use of computational design techniques which simplify the construction of complex forms.

Proposal untuk Taipei Performing Art Center oleh Morphosis

Morphosis, sebuah biro arsitektur asal California menciptakan sebuah desain yang futuristik untuk Taipei Performing Art Center.Desain bangunan ini didasari konsepsi bahwa sebuah teater bukan merupakan wadah elitis, melainkan inklusif. Akses publik dengan wajah bangunan yang mencerminkan fungsi di dalamnya dengan beragam material menandai bangunan yang futuristik ini. Lebih lengkap lagi di http://www.designboom.com/weblog/cat/9/view/5743/morphosis-architects-taipei-performing-arts-center-proposal.html











Sabtu, 20 Juni 2009

Between Style & Design Philosophy

All of design philosophy will at last fall from grace to become merely a design style

Apa arti Arsitektur Minimalis ? Post Modern ? Modern ?


Semua emblem di atas biasanya ditempelkan pada style bangunan tertentu.Arsitektur Minimalis bergaya kotak-kotakArsitektur Post Modern ditandai dengan hadirnya elemen-elemen portal lengkung & warna-warna yang ngepop.Arsitektur modern ditandai dengan bangunan yang banyak elemen logam & kacanya.

Sedikit yang peduli bahwa bentuk-bentuk bangunan itu ada karena dilandasi suatu filosofi desain tertentu.

Misalnya arsitektur modern berlandaskan filosofi 'forms follows function' yaitu bahwa suatu bentuk lahir dari tuntutan fungsi yang harus dipenuhi.
Arsitektur Post Modern kemudian menegasikan premis di atas, bahwa selain unsur fungsional, suatu bentuk juga harus mewadahi elemen vernakular, elemen sosial budaya dan kontekstual dari bentuk tersebut.Dengan demikian bentukan portal-portal klasik memperoleh pembenaran dari sisi Post Modern, walaupun dari segi fungsional bentukan tersebut dapat dibuat lebih sederhana (kotak saja)
Arsitektur minimalis berangkat dari pemikiran bahwa 'less is more', kesederhanaan sesungguhnya lebih mulia dari keanekaragaman. Mirip dengan prinsip arsitektur modern yang menomorsatukan bentukan yang fungsional. Mirip dengan filosofi Zen yang mengagungkan kekosongan.

Namun segala macam tori dan filosofi di atas pada akhirnya akan jatuh menjadi sesuatu 'style' saja. Pengguna/pemilik bangunan sebagian besar tidak terlalu peduli dengan filosofi desain bangunan miliknya. Buat mereka, yang terpenting adalah bangunan terlihat indah (sesuai selera mereka), up to date, berkelas dsb. Maka yang terjadi adalah peniruan dan pengulangan.

Hal ini sering menjadi bahan pemikiran penulis dalam berpraksis. Mungkinkah filosofi desain hanya sekedar konsumsi elitis saja dan hanya menjadi sebuah background knowledge dalam praksis arsitektur ?


seperti minimalis, padahal Arsitektur Modern, karya Le Corbusier

















seperti minimalis, padahal Post Modern, karya Peter Eisenmann







seperti minimalis, padahal Arsitektur Post Modern, karya Peter Eisenmann








mungkin inilah yang sebenarnya Arsitektur Minimalis, sebuah kapel karya Tadao Ando. Filosofi Zen sangat kuat terasa di sini














satu lagi karya Tadao Ando dengan nafas Zen-nya. Arguably the real minimalist


Taman Nagoya Indah [1]

Taman Nagoya Indah - P.Batam
Dalam proses perancangan

Seaside House - Tg.Pinang

Seaside House - Tg. Pinang
Dalam proses perancangan